Tuesday, December 13, 2011

Sejarah Generasi Pertama Keluarga Lie Bhiao Thong (李標堂) di Indonesia

李標堂 & 丘喜妹


Pasangan suami-istri Lie Bhiao Thong 李標堂 dan Hioe Hie Moy 丘喜妹 tiba di kota Badung (sekarang Denpasar) dengan perasaan yang berkecamuk. Mereka harus meninggalkan putri sulung mereka di Tiongkok dengan hanya sedikit pengharapan untuk bisa bertemu kembali. Putri sulung itu bernama Lie Tjhiom Hie, diasuh oleh kakek neneknya.


Seorang anak laki-laki yang diberi nama Lie Tjhen Khin telah diadopsi oleh pasangan Lie Bhiao Thong dan Hioe Hie Moy untuk menjadi anak mereka. Anak mereka yang kedua, ketiga, keempat, dan kelima semuanya meninggal dunia. Tidak ada yang tahu siapa nama anak-anak itu. Setiap kali Ibu Hioe Hie Moy ditanya mengenai anak-anaknya ini, dia terus-menerus menangis dengan rasa duka yang mendalam. Hanya ada satu informasi yang diketahui, yakni pernah dalam satu hari yang sama, dua orang anaknya meninggal, satu anak berusia 1 1/2 tahun, dan adiknya yang berusia 6 bulan.


Stigma yang diberikan masyarakat pada saat itu adalah mereka memang orang yang tidak layak memelihara anak-anak mereka. Ada juga pendapat bahwa di antara mereka ada yang hawanya selalu bertentangan dengan anak-anak mereka (ciong). Ada juga yang menghakimi bahwa anak-anak mereka itu dimakan roh-roh jahat.


Tidak lama setelah kejadian yang memilukan hati itu, mereka melahirkan anak ke-6. Seorang anak perempuan yang diberi nama Lie Khun Nio. Namun karena trauma masa lalu yang masih melekat di benak mereka, bayi perempuan ini segera diberikan kepada keluarga lain untuk diadopsi.


Hioe Hie Moy lebih rela anaknya dipelihara oleh keluarga lain daripada harus meninggal seperti anak-anaknya yang ke-2 hingga ke-5. Lie Khun Nio tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan di kemudian hari mengubah namanya menjadi Lie Ling 李玲. Yang membuat Hioe Hie Moy terhibur adalah dia masih bisa melihat anaknya itu bertumbuh. Keluarga yang mengadopsi Lie Ling adalah keluarga berpendidikan Belanda yang tinggal di kota Badung (Denpasar) juga.


Tidak mereka sangka, lahir lagi anak ke-7 dan perempuan lagi. Bayi itu diberi nama Lie Tjhit Moy (Tjhit dalam bahasa Hakka berarti tujuh dan Moy adalah anak perempuan) pada tanggal 16 April 1927. Lie Bhiao Thong dan Hioe Hie Moy tidak terlalu antusias mencari nama lain bagi bayi itu karena mereka berencana memberikan bayi itu kepada keluarga lain untuk diadopsi. Ini semua karena pengalaman masa lalu yang benar-benar traumatis. Mereka tidak berani membesarkan bayi itu.


Atas nasehat seorang teman, mereka akhirnya memberanikan diri untuk membesarkan bayi perempuan yang ke-7 tersebut, namun tetap dengan hati yang was-was.


Lie Tjhit Moy berusia 2 tahun ketika adik perempuannya lahir. Anak ke-8 ini tidak diberi nama Lie Pak Moy (putri ke-8), tetapi Lie Man Moy 李滿妹. Man artinya penuh/cukup. Maksud Lie Bhiao Thong adalah cukuplah punya anak perempuan. Kalau boleh, anak berikutnya adalah anak laki-laki. Anak ke-9 memang lahir bayi laki-laki, namun sekali lagi duka melanda keluarga itu. Ketika bayi itu baru berusia beberapa bulan, ia meninggal mendadak. Mereka tidak berani lagi berharap untuk mendapat seorang anak laki-laki. Mereka hanya bisa pasrah dengan nasib mereka.


Namun, ketika Lie Tjhit Moy berusia 5 tahun, lahirlah adik laki-lakinya yaitu Lie Tjen Sen 李增慎. Perlahan-lahan trauma masa lalu Lie Bhiao Thong dan istrinya mulai berkurang. Ketiga anak mereka yang ke-7, ke-8, ke-10 bisa tetap bertumbuh dengan sehat.


Lie Tjen Sen 李增慎



Lie Bhiao Thong bekerja keras setiap hari di sebuah toko pembuat ikat pinggang kulit. Toko itu adalah Toko Whan Thong di Jalan Kampung Arab (sekarang Jl. Sulawesi). Hasil kerja kerasnya digunakan untuk menyewa sebuah rumah kecil di Jl. Wangaya (sekarang Jl. Kartini dan dulu pernah ada Toko Tip-Top di rumah itu). Tidak berapa lama kemudian, mereka berhasil menyewa sebuah toko yang sekaligus menjadi rumah tinggal di Pasar Badung. Di lantai 1, Hioe Hie Moy berjualan barang-barang kelontong dan mereka tinggal di basement. Begitu jendela samping dibuka, mereka bisa melihat sungai dengan air mengalir yang masih jernih (Tukad Badung).

Dari kiri ke kanan:
Lie Tjhit Moy, Lie Tjen Sen, Lie Man Moy, Lie Ling

Lie Bhiao Thong tetap bekerja di toko kulit itu, sementara Hioe Hie Moy melatih kedua putrinya yang masih kecil untuk menjadi asistennya. Tiga hari sekali adalah hari perkenan/pasaran. Lie Tjhit Moy sebenarnya adalah gadis yang pendiam dan agak pemalu. Namun, kasihnya kepada orang tua dan rasa tanggung jawabnya sebagai "anak sulung" mendesak dia untuk berdiri di depan toko dan memanggil orang-orang untuk mampir di tokonya.
"Jero-jero, mai meblanje, ajine mudah-mudah."
(Saudara-saudara, mari berbelanja, harganya murah-murah.)


Sejak usia 7 tahun, Lie Tjhit Moy sudah bisa menambal payung kertas yang berlubang. Setelah ditambah dengan kertas lain lalu diplitur, maka payung kertas itu bisa dijual kembali di toko mereka. Kakak angkat lakinya sejak usia muda sudah bekerja pada keluarga lain.


Dua gadis kecil keluarga Lie ini dilatih untuk cekatan melayani pembeli. Mereka harus tahu di mana letak barang-barang dari pakaian dalam, minyak wangi, bedak, hingga kain lap, wajan, dan cangkul. Begitu pulang sekolah, mereka harus berbagi tugas, satu anak di bawah (basement) menghangatkan masakan, mencuci dan menyeterika pakaian, sementara yang lain menolong mama mereka di toko. Adik laki-laki mereka masih terlalu kecil pada waktu itu.


Lie Tjhit Moy menjalani rutinitas hidup sehari-harinya dengan mengesampingkan keinginan bermain sebagaimana anak-anak lain seusianya. Dunianya hanya berkisar pada dunia sekolah (Cung Hwa Sie Siao di Jl. Kartini). Pagi-pagi sekali ia harus bangun dan membantu mamanya di dapur. Gadis kecil itu tidak pernah terlambat ke sekolah walaupun selalu berjalan kaki ke sekolah. Teman-temannya yang berasal dari keluarga lebih mampu bisa naik dokar jika mereka merasa terlalu lelah. Lie Tjhit Moy sering meraih juara di sekolahnya. Walaupun hidup sederhana, Lie Tjhit Moy merasa bahagia.


Hampir tidak pernah Lie Tjhit Moy dan adik-adiknya dimarahi orang tua mereka. Papa mama mereka memberi ketekunan dan kesabaran dalam menanggung segala masalah. (Ren Nai dalam bahasa Mandarin).


Kenangan manis yang tak terlupakan adalah saat tahun baru. Itulah hari yang ditunggu-tunggu oleh Lie Tjhiet Moy dan adik-adiknya. Papa mereka sudah menabung jauh-jauh hari sebelumnya. Hari itu mereka tidak buka toko. Lie Bhiao Thong sudah menyewa sebuah dokar yang akan membawa mereka sekeluarga rekreasi ke Pantai Sanur. Di sana Tjhit Moy dan adik-adiknya bermain air sambil mengumpulkan batu apung dalam keranjang. Batu apung itu sebagian dipakai sendiri untuk mengasah pisau dan sebagian lagi dijual di toko mereka. Rekreasi sehari itu bisa menghibur rutinitas hidup mereka sepanjang tahun.


Tahun 1936 adalah tahun yang sangat memilukan hati Lie Tjhit Moy dan adik- adiknya. Papa mereka sakit batuk. Mulanya Lie Bhiao Thong mengira itu sakit batuk biasa. Sakit batuk itu berlangsung cukup lama dan makin lama tubuh Lie Bhiao Thong makin kurus dan lemah. Ketika keluarganya membawanya ke Rumah Sakit Wangaya, ternyata kondisinya tidak makin membaik, bahkan makin melemah hari demi hari. Waktu itu obat-obatan di Bali bergantung dengan kiriman dari Kota Surabaya melalui kapal. Lie Bhiao Thong akhirnya tidak tertolong dan meninggalkan istri dan 4 anak-anaknya yang masih kecil-kecil.


Lie Tjen Khien sudah berusia belasa tahun, Lie Tjhit Moy baru berusia 9 tahun, Lie Man Moy 7 tahun, dan Lie Tjen Shen baru berusia 4 tahun. Ibu mereka, Hioe Hie Moy berusaha untuk tetap tegar di hadapan anak-anaknya, walaupun hatinya begitu pilu. Tidak ada lagi suami yang menjadi pelindung keluarga ini, seorang suami dan papa yang begitu sabar dan sangat mengasihi keluarganya.


Tidak berapa lama kemudian, kesulitan ekonomi mulai melanda keluarga ini. Penghasilan dari toko kelontong mereka hanya cukup untuk makan sehari-hari. Dahulu ketika Lie Bhiao Thong masih hidup, mereka bisa membayar sewa toko itu dengan gajinya.


Lie Tjen Khien (anak angkat keluarga Lie) bekerja sebagai pegawai di sebuah toko. Uang keluarga hanya cukup untuk membayar uang sekolah 2 anak. Tjhit Moy dan adiknya Man Moy dengan rela bergantian sekolah supaya adik laki-laki mereka bisa tetap bersekolah. Tjhit Moy bersekolah selama setahun, lalu tahun berikutnya Man Moy yang bersekolah. Mereka mendahulukan adik laki-laki mereka karena dia lah yang di kemudian hari akan menjadi tulang punggung keluarga.


Pada akhirnya, Hioe Hie Moy tidak sanggup lagi membayar uang sewa toko. Mereka harus pindah ke rumah sewa di Jl. Gemeh (sekarang Jl. Diponegoro). Setiap hari Hioe Hie Moy harus membawa barang dagangannya dalam buntalan kain besar ke Pasar Badung. Kali ini ia menjual pakaian dalam, topi, dan kaos kaki anak-anak. Seorang pemilik toko di Pasar Badung berbaik hati mengizinkan Hioe Hie Moy menggelar jualannya dalam sebuah keranjang di depan tokonya.


Lie Tjhit Moy tidak ikut berjualan di pasar karena ia bertugas mengurus rumah tangga, dari memasak, menyapu, mencuci, dan menyeterika pakaian, serta membersihkan rumah. Ketika mamanya pulang dari berjualan pada sore hari, rumah sudah dalam keadaan bersih dan rapi.


Sejak kecil, Lie Tjhit Moy sudah tertarik kepada dunia fashion. Jika ada waktu luang, sambil menunggu mamanya pulang dari pasar, Tjhit Moy akan mampir ke tempat kakak perempuan yang sudah diadopsi keluarga lain. Keluarga itu menerima kedatangan Tjhit Moy dengan tangan terbuka. Lie Ling, sang kakak juga punya selera yang sangat bagus untuk fashion.


Walaupun tidak pernah sekolah modiste, Lie Ling sudah bisa menerima jahitan. Dia membuat gaun-gaun itu berdasarkan pola dari majalah mode luar negeri yang menjadi koleksinya. Saat itu di Kota Badung, koleksi buku modenya termasuk yang sangat modern dan lengkap. Dengan antusias Tjhit Moy menjadi asisten Lie Ling.


Saat pengumuman kenaikan kelas untuk murid-murid kelas 5 SD, Tjhit Moy duduk terdiam. Wali kelasnya mengumumkan juara-juara kelas. Tjhit Moy berhasil mempertahankan prestasinya sebagai juara ke-2. Dia berusaha menahan air matanya. Gadis itu tidak mau teman-temannya tahu kepiluan hatinya. Itulah hari terahirnya sebagai seorang pelajar. Dia tidak akan mendapat kesempatan untuk menikmati hari-hari di kelas 6 nanti. Saat berjalan pulang dari sekolah, sambil memeluk rapornya, air matanya tidak tertahankan lagi. Karena tidak mau dilihat orang-orang, ia berjalan sambil kepalanya tertunduk. Mamanya tidak boleh melihat air matanya. Tjhit Moy sudah bertekad untuk menyimpan kesedihannya sendiri. Adik laki-lakinya adik bungsu yang begitu ia sayangi harus bisa sekolah minimal sampai SMA. Di antara teman-teman sekelasnya, hanya Tjhit Moy yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Teman-temannya beruntung, mereka masih memiliki papa dan ekonomi keluarga mereka cukup baik. Saat hari liburan kenaikan selesai dan sekolah dimulai kembali, dengan ketabahan dan ketegaran yang luar biasa, Tjhit Moy menyaksian teman-temannya berangkat ke sekolah.


Tjhit Moy tidak mau tenggelam dalam kesedihannya dan meratapi nasibnya. Segera ia menyibukkan diri dengan lebih sering membantu Lie Ling kakaknya. Demikianlah Tjhit Moy bertumbuh menjadi seorang remaja putri yang cantik, sederhana, dan terbiasa bekerja keras.


`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°`

Demikian sekilas kisah gadis bernama Lie Tjhiet Moy yang kini telah berusia 84 tahun. Tidak ada lagi saudara kandung yang masih hidup. Lie Ling (kakak ke-6) meninggal dalam usia yang relatif muda. Lie Man Moy juga sudah meninggal dunia tahun 1980. Lie Tjen Sen juga sudah berpulang pada tahun 1984.


Tulisan ini disadur dari penulisan Diana Tjie, putri dari Lie Tjhit Moy.

Tuesday, November 15, 2011

The Sutra of Casket Seal Dharani

The Sutra of Casket Seal Dharani from The Secrete Whole Bodies’ Relics Of All Buddhas' Hearts

Thus I have heard, at one time, The Buddha was at the Precious Bright Pond in the No-dirt Garden in the country of Moqietuo, surrounded by an assembly of uncountable high Bodhisattvas, high Sound Hearers, Heavenly Dragons, Yaochas, Jiandapos, Asuluoes, Jialouluoes, Jinaluoes, Mohouluoqies, Human beings and Non-human beings.

At that time, a high Bhraman in this assembly whose name was No-dirt and Subtle Light. He was a wise man of profound knowledge. All people were delightful to meet him. He took refuge with Triple Gems and always did ten good deeds. He was very mercy and wise. He always wished all living beings to be completely good and rich.

This Bhraman No-dirt and Subtle light stood from his seat. He walked to The Buddha and surrounded Him for seven times. He offered The Buddha with many flowers and incense. He put very expensive clothes and jewellery on The Buddha. He made obeisance to The Buddha’s feet , stood by one side and said: “ We invite The World Honoured One and all of you to accept my offering in my home tomorrow morning. Then The Buddha promised.

The Bhraman knew The Buddha accepted his invitation. He returned home quickly and prepared one hundred delicious food and drinks at night. He cleaned all his halls and rooms. He hanged many banners. He brought his relatives with incense, flowers and good music in the next morning. They came to The Buddha and said: “It is the right time, please come to my home”. The Buddha answered the Bhraman No-dirt Subtle Light kindly and announced to the mass: “All of you should go to the Bhraman’s home and receive the offering to let them receiving big benefit. Then The Buddha stood up from his seat. Various colour light from The Buddha shown to ten directions as soon as The Buddha stood. All the people saw and started to walk.

Then the Bhraman brought with him incense and flowers respectively with his relatives and Heavenly Dragons, Eight Departments, the four Bhraman Kings walking in front to open and guide the way for The Buddha.

At that time The Buddha walked to a small distance and arrived at a garden named" RICH".

There was an old Stupa which was damaged with brambles and grass. It was buried with tiles and rocks. It looked like a mound of mud. The Buddha walked to this Stupa. The Stupa shone very brightly. A sound from this mound of mud praising:

“Good indeed, Good indeed, Shakyamuni. Your walk today is in a very good situation. And Bhranman, you will receive great benefit today.” Then The Buddha paid respect to the Stupa and walked surrounding clockwise to the Stupa. The Buddha took off his gown and put it on the mound of mud. He wept seriously. After weeping He smiled again. At that time all Buddhas from ten directions saw and wept. They emitted bright lights to shine this Stupa. All the people was frighten and confused. At that time The Varjrapania Bodhisattva wept seriously. He walked to The Buddha in a dignified manner with his pestle turning and said to The Buddha, "Why is it so bright? Why do you weep?" And The Buddhas from ten directions are appearing with such a brightness. We wish The Thus Come One to explain my question to the mass.

Then The Bhagavad told Varjrapania, “All Buddhas' uncountable kotis heart dharani secrete seal Dharma is in this great whole body relics concentration Buddhas’ Stupa. This Stupa became overlapping with no gap, as many as sesames. Hundreds and thousands of kotis Buddhas Bodies are also as many as sesames. Hundreds and thousands of kotis Buddhas' whole bodies relics concentration, even the eighty four thousand Dharmas are inside this Stupa. Ninety nine hundreds of thousands of millions kotis Buddhas' heads' form are also inside. Because of this wonderful reason, no matter where this Stupa is, it is very spiritual efficacious. The wonderful virtue may satisfy all Earthly good wishes."

When the mass heard The Buddha said like that. They left all the dirty thoughts, and all the worries were gone. They obtained clean Dharma eyes. They obtained one of the result according to their different conditions. Their benefit were also different. Some body obtained Sakadagamin, Sotapannas, Anagamin, Arhat, Pratyeka Buddhas and Boddhisattva, Avarvartyas, Sabuoruo wisdom. Some people were certified to obtain the primary stage, the second stage until the tenth stage of Boddhisattva position. Some of them obtained satisfied six paramita. The Bhraman left dirty thoughts and obtained five spiritual penetrations.

When Varjrapania Bodhisattva saw this strange matter, he said to The Buddha, “Good indeed, so strange. We obtain such wonderful merit and virtual since we hear about it. If we hear the truth and wholeheartedly believe it, how much merit and virtual we can obtain?”

The Buddha said, “Listen Vajrapani. If there are faithful men or faithful ladies and the four groups of disciples of mine in the future bring forth to write this Sutra, it is equal to write all Sutras spoken by ninety nine hundred thousand kotis Buddhas. They have planted good roots in front of ninety nine hundred thousand kotis Buddhas. All the Buddhas take care of them just like protecting their eyes, also like the mercy mothers taking care of their sons. If anybody read this one Sutra, it is equal to reading all Sutras spoken by all Buddhas from the past, present and the future. Because of this reason, ninety nine hundred thousand kotis Buddhas, Proper Enlightened Ones as many as sesames come range upon range without any gap. They show up day and night to bless this people. So all Buddhas as many as uncountable sand grits in the Ganges will arrive even when the previous Buddhas range hasn’t left. They come by turns like the sands revolving in the whirling water. They come to and fro without stop. If anybody offers this Sutra with incense, flowers, beautiful clothes and wonderful decorations. They become Heavenly flowers, beautiful clothes and wonderful decorations made from seven gems appearing in front of ninety nine hundred thousand kotis Buddhas from the ten directions of the Universe. These things piled up like The Sumero Mountain for offerings. The good roots they plant are also so many.”

At that time, the Heavenly Dragons, the Eight Departments, Humans and Non-humans heard about this. They felt very strange and talked to each other, ”So strange is this spoiled mound. It has such spiritual change because of the Buddhas’ blessing.”

Vajrapani asked The Buddha again, “The World Honored One, why is the seven gems Stupa becomes a mud mound now?”

The Buddha told Vajrapani, "This is not a mound. It is a wonderful great Stupa. It does not appear because the mass’s bad kharma. The Stupa was hidden but the whole bodies of Buddhas are not destructive. How can the varjra bodies of Buddhas be destroyed!"

"When I enter nirvana, in the age of decadence and compelling. If anybody who do illegal deeds, They should be punished to the Hell. They do not believe the Triple Gems. They do not plant any good roots. Buddhism will be hidden because of this reason. But this strong and durable Stupa would not be destroyed because of blessing from all Buddhas’ spiritual power. The living beings without wisdom are covered by kharma. They spoil the gems and do not know to use it. Today I weep because of this reason. All Buddhas weep also."

Moreover, The Buddha told Varjrapania, "If anybody writes this Sutra and put it into a Stupa. It will be a Stupa of all Buddhas’ Varjra Store. It is also a Stupa of all Buddhas’ Dharani Heart Secrete Blessing. It is a Stupa of ninety nine hundred thousand kotis Buddhas. It is also a Stupa of all Buddhas’ tops and eyes. It will be protected by all Buddhas’ spiritual power. If anybody put this Sutra into a Stupa or a Buddha statue, This Statue will be made by seven gems. It will be very efficacious and will fulfill all wishes. The umbrellas, covers, nets, wheels, plates, bells, bases and steps will be made by power. The material from mud, wood, stone or brick will become seven gems because of the power of this sutra."

All Buddhas will add their powerful force and continuousely bless this Sutra by honest speech.

If any sentient being prostrates himself before and offers an incense and a flower to this Stupa. Serious sin of eight billion kalpas of this sentient being will be deleted. His disaster will be avoided when he is alive. He will reborn in a Buddhist family after he dies. If anybody should be punished to Abi Hell, when he prostrates himself before this Stupa one time or walks around this Stupa one time clockwise. The door of the Hell would be closed and the road of Bhodi will be opened.

All Buddhas will bless by spiritual power to any place where the Stupa or the image locates. No tornado, thunderstorm, lightning will do harm. No poisonous snake, poisonous worm and poisonous beast may hurt. No lion, mad elephant, tiger, wolf, wild bees may hurt. No panic from Yaocha, Luocha, Buduo, Nakunshe, Zheli demons, monsters, epilepsy. No sick from cold or hot, lilou, tanzhu, sore and scabies.

Anybody will avoid all disasters if he just has a look at this Stupa.

No plague will hapen from human, horses, animals, boys and girls. He will not suffer from unnatural death. He will not be wounded by knife, water and fire. He will not be invaded by robbers, thieves or enemies. He will not suffer from hunger and poor. No incantation from ghosts and monsters may do harm.

The Four Heavenly Kings and their relatives will protect him day and night. Great Yaocha Generals from the Twenty Eight Departments, and the sun, moon, five stars banners cloud and comets will protect him day and night. All the Dragon Kings will reinforce their air to create rain on time. All the Heavenly beings, Trayastrimsha Heaven will come down three times for offering.

All Celestial beings come three times for praising, surrounding and salute to this place. Sakya King and all Heavenly girls come down to do offering three times day and night. This place is blessed by all Buddhas. This Stupa is like that because the Sutra is inside.

If anybody establishes a Stupa with mud, stone, wood, gold, silver, cupper and lead, and he writes this spiritual Dharani and put it inside. The Stupa become seven gems as soon as the Dharani is put. The steps, plates, umbrellas, covers, bells and wheels become all seven gems. The Buddha forms around the four sides of this Stupa stay and protect day and night because of the Dharma.

The seven gems Stupa with whole bodies relics wonderful precious store grows by the power of this Dharani to Ajianiza Heaven. All Heavenly beings pay respects to, protect, pay offering to this Stupa day and night when it rises to the Heaven.

Varjrapani asked, “Why is this dharma so wonderfully virtuous?” The Buddha said, ” Because of the spiritual power of this Casket Seal Dharani.”

Vajrapani said, ”We wish The Buddha take pity on us and speak this Dharani.”

The Buddha said, ”Listen and think, do not forget. The bright appearance of branch bodies of all Buddhas of the present and the future. The whole body relics of all Buddhas in the past are in this Casket Seal Dharani. All the Buddhas’ three bodies are also inside.”

Then The Buddha spoke the Dharani:

Namad sedeliya divi kanam,
sava tathagatanam,
Om bhuvibha vadhavari,
vachari vachatai,
suru suru dhara dhara,
sarva tathagata dhatudhari,
padmabhavati jayavari
mudri smara.
Tathagata dharma chakra, pravartana vajri bodhi pana,
Rumkara rumkriti,
Sava tathagata dhistite,
Bodhaya bodhaya bodhi bodhi,
Buddhya buddhya,
Samboddhani samboddhaya,
Chala chala chalamtu,

Sarva varanani,
Sarva papavigate,
Huru huru sarva sukhavigati,
Sarva tathagata haridaya vajrani,
Sambhara sambhara,
Sarva tathagata suhaya
dharani mudri,
Buddhi subuddhi,
Sarva tathagata dhistita,
dhatu garbhe svaha
samaya dhistite svaha,
sarva tathagata haridaya,
dhatu mudri svaha,
supra tisthita stubhe
tathagata dhistite,
huru huru hum hum svaha,

Om sarva tathagata usnisa,
Dhatu mudrani,
Sarva tathagatam
sadha tuvibhusita,
Dhistite hum hum svaha.

When The Buddha finished speaking this Dharani, All Buddhas spoke from the mound to praise, ”Good indeed, good indeed, Shakyamuni, you come to this turbid world and speak this profound Dharma for the benefit of those living beings who have nobody to rely on. This important Dharma will stay for the benefit, serene and happiness of the world for a long time.”

At that time, The Buddha told Varjrapani, “Listen, listen, this important Dharma has immeasurable spiritual power and uncountable benefit. It is like the precious gratified pearls on the banner. It spread gems to fulfil all wishes.

I just tell you one ten thousandth of this dharma. You should remember for the benefit for all.

If any bad person felt into the Hell. He suffered seriously and did not know when he could be relieved. If his son or grandson calls the dead person’s name and read this Dharani for seven times. The melting copper and hot iron becomes suddenly a pond with eight virtual water.

A lotus flower carries him with a precious cover upon his head. The door of Hell will be broken and the road of Bodhi opens. The lotus flower flies to the World of Ultimate Bliss. All the wisdom appears naturally. He is happy to speak and stay at a position of supplement of a Buddha.

If any person suffers many diseases and is suffering acute pain because of his cause of serious sin. If he reads this spiritual Dharani for twenty one times. All the diseases and worries will disappear. He will enjoy uncountable blessings and long life.

If any body lives in a poor family because he was miserly, his clothes can not cover his body. His food can not keep him survival. He appears to be very week and thin, people don’t like to see him. This person feels ashamed. He goes to a mountain taking some wild flowers. He grinds some wood to make incense. He goes to the front of this Stupa to prostrate and make offerings. He walks around the Stupa seven times clockwise. He weeps and repents. The poor effect is deleted and wealth comes suddenly. Seven gems come like raining. Nothing is in shortage. But at this time he should offer to The Buddha and The Dharma; and donate to the poor. If he is miserly, the wealth will disappear suddenly.

If anybody establishes a Stupa with a height of four fingers for planting good roots. He uses mud or bricks according to his ability. He writes this spiritual Dharani and puts it into this Stupa. He prostrates himself before this Stupa with fragrant flowers. Frangrant cloud comes out from the small Stupa because of the power of the Dharani and his faith. The fragrance and cloudy light spread all over the Dharma Realm. This fragrance and brightness will do Buddhist deeds. The merit and virtual are as the same as abovementioned. That is to say no any wishes are not satisfying.

In the age of decadence, if noble men and noble women of the four families of believers, strive to build this Stupas and settle the miraculous Dharani in it, the resulting virtue and merits will be immeasurable.

If some one who comes to the Stupa begging for blessing, he offers a flower or an incense, prostrates himself before and makes offerings to the Stupa, and circumanbulates the Stupa clockwise. Because of such merits, the person will automatically gain happiness, high position and fame without striving; obtain longevity and richness without asking; defeat enemies and thieves without fighting; diminish hatreds and curses without expelling; avoid diseases and plagues without curing: get a noble husband or a lovely wife without searching: bear smart sons and pretty daughters without praying; and all wishes will be fulfilled.

If there are birds, pigeons, dogs, wolves, mosquitoes and ants, coming to the shadow of this Stupa or stepping on the grassland, they will destroy the obstruct and understand from ignorance. They will enter a Buddhist’s home and receive the Dharma wealth.

If any person sees the form of the Stupa, or he hears the sound from the bells, or hears the name of this Stupa, or he is at the shadow of this Stupa. His criminal obstruction will be demolished. His wishes will be fulfilled. He will enjoy a serene life and will reborn in the World of Ultimate Bliss after he dies. If anybody uses a little mud to repair the spoiled wall of the Stupa, or uses a small stone to

Prop up the leaning Stupa. His blessing and lifespan will be raised. He will become a Wheel Turning King after this life.

After my nirvana, if anybody in the four families of my believers offers incense and flowers, sincerely vows to read this Dharani in front of the Stupa aiming to relieve the suffering of those in evil patterns, every sentence will eliminate great light to shine the three evil patterns. All suffering will be gone. The living beings will be relieved from pain and the seed of Buddha will sprout. They will reborn in any pure lands as they wish.

If anybody standing on a mount and read this Dharani sincerely. All living beings with hair, feather, scales and shells that are staying in the mountains, forest, rivers and seas within the sight of this man, will break the obstruction and understand from the ignorance. The original three natures of the Buddha will appear. They will stay in the serene place of great nirvana. If anybody walks with this person on the same road. Or anybody touches his clothes or steping on the footprint of this person. Or anybody meets him and has a talk with this person. The serious sin of this person will be demolished and he will fulfill a success."

At that time, The Buddha told Vajrapani, "Now I enjoin this secret mysterious Dhrani Sutra to you. You should pay respect and protect it. Let this Dhrani Sutra be spread all over the world. Don't let the living beings stop learning it."

Varjrapania said, "Now I am so lucky to be enjoined by The Hounable One. We wish to protect and spread this Sutra day and night to the world for paying a debt of gratitude to The Buddha."

"If anybody writes, up holds and remind continuously this Sutra. We will urge the Shakra Emperor and the four Kings of the Heaven, all Dragons and the Eight Departments on the Heaven to protect this person day and night and do not leave him."

The Buddha said, "Good indeed, Vajrapani. You protect this Dharma and do not let it stop for the great benefit of all living beings in the future."

At that time, The Honourable One spoke The Casket Seal Dharani and spread the Buddhist deeds. After that they went to the Bhraman's home and accepted offerings. They made great benefits to all Heavenly beings and Human beings and returned to their residence.

At that time, all the Bhishus, Bhishunis, laymen, laywomen, Heavenly Dragons, Yechas, Jiandapoes, Axiuluoes, Jialouluoes, Jinaluoes, Mohouluoqies, Human beings and Non-human beings were all happy. They believed, accepted, up held and practised this Dharma.

The Ushnisha Vijaya Dharani (佛頂尊勝陀羅尼咒)

This is an extremely important spiritual prayer. This prayer was given to us by Lord Buddha. It has several very special powers. It can eliminate all evil karmic hindrances and eradicate the suffering of all evil paths. After the completion of this exercise, the effect of evil forces is removed from the student’s soul. This prayer has the power to liberate parts of the soul trapped in the clutches of lower entities. This prayer eliminates any possibility that the student’s soul may end up in a hell-like existence in the next life.

This prayer liberates all souls who hear it from of falling into the sea of birth and death; samsara. The cycle of physical birth and death is ended by repeating this prayer. This prayer prevents the student from being able to commit an evil deed. If someone hears this prayer even for just a moment, he will not undergo karmic retribution from the evil karma and severe hindrances accumulated from hundreds of thousands of lifetimes, that would otherwise cause him to revolve in the cycles of birth and death – in all kinds of life forms in the evil paths – hell, hungry ghost, animal, spiritual realms, ghosts and spirits, mosquitoes, gnats, tortoises, dogs, pythons, birds, ferocious animals, crawling creatures and even ants and other life forms.

Owing to the merits accrued from hearing for a moment this prayer, once this very life is over, the student will be reborn in the Primordial World, together with all the Buddhas and Bodhisattvas. If the student chooses, he/she may also be reborn in a distinguished, wealthy and reputable family on earth. Such are the merits of this prayer.

佛頂尊勝陀羅尼咒
Ushnisha Vijaya Dharani

南摩 巴伽哇爹 德賴路伽 布拉弟 尾西司打呀
Namo Bhagavate Trailokya . Prati Visistaya .

布打呀 巴伽哇爹
Budhaya Bhagavate .

打爹呀他 嗡 尾輸打呀 尾輸打呀
Tadyata Om Visuddhaya Visuddhaya .

薩媽薩媽 三漫打 哇巴薩
Samasama Samanta Vabhasa .

司巴拉那 伽地伽哈那 梭巴哇 尾輸爹
Sparana Gati Gahana . Svabhava Visuddhe .

阿比新 佳都漫 輸伽打 哇拉哇佳那
Abhisim Catumam . Sugata Varavacana.

阿米裡打 比晒該
Amirita Bhisaikai .

媽哈 漫得拉 巴帶 阿哈拉 阿哈拉
Maha Mantra Padai . Ahara . Ahara .

阿又梭 打拉尼
Ayu Soddharani .

輸打呀 輸打呀 伽伽那 尾輸爹
Soddhaya Soddhaya . Gagana Visuddhe .

巫舍尼沙 尾佳呀 尾輸爹
Ushnisha Vijaya Visuddhe .

薩哈司拉 拉司咪 珊珠地爹
Sahasra Rasmi Samcodite .

薩爾哇 打他伽打 哇羅伽尼 沙(特)巴拉米打
Sarva Tathagata . Varukani Sat Paramita .

巴裡布拉尼 薩爾哇 打他伽打
Paripurani Sarva Tathagata .

喜裡打呀 地舍打那 地舍低爹
Heridaya Dhistana Dhistite .

媽哈慕德烈 哇枝拉伽呀 山 哈打那 尾輸爹
Maha Mudre Vajra Kaya . Samhatana Vissudhe .

薩爾哇 哇拉那巴呀 徒爾伽底 巴裡 尾輸爹
Sarva Varana Bhaya . Durgati Pari Visuddhe .

布拉帝 你哇(爾)打呀 阿有哇輸爹
Pratini Vartaya . Ayuhva Suddhe .

薩媽呀 帝司帝爹 摩尼 摩尼 媽哈摩尼
Samaya Dhistite . Moni Moni Mahamoni .

打他伽打 布打哥地 巴裡輸爹
Tathagata Bhutakoti . Parisuddhe .

尾司布打 菩提輸爹
Visphota Boddhisuddhe .

加呀加呀 尾加呀尾加呀
Jaya Jaya . Vijaya Vijaya .

司媽拉司媽拉 薩爾哇布打 帝司帝打 輸爹
Smara Smara . Sarva Buddha Dhistita Suddhe .

哇枝裡 哇枝拉 伽爾卑 哇枝濫 巴哇度
Vajri Vajra Garbhe . Vajram Bhavatu

麼麼 XXX 夏裡蘭
Momo 000 Sariram .

薩爾哇 薩多難佳 伽呀 巴裡尾輸爹
Sarva Satvanam Chakaya Parivisuddhe .

沙爾哇伽地 巴裡輸爹
Sarvagati Parisuddhe .

薩爾哇 打他伽打 吸佳咩 薩媽梭薩 呀母多
Sarva Tathagata . Sicame Samasvasa Yamto .

沙爾哇 打他伽打 薩媽梭薩 帝司帝爹
Sarva Tathagata . Samasvasa Dhistite .

菩提呀 菩提呀 尾菩提呀 尾菩提呀
Budhiya Budhiya . Vibudhiya Vibudhiya .

布打呀 布打呀 尾布打呀 尾布打呀
Bodhaya Bodhaya . Vibodhaya Vibodhaya .

三漫打 巴裡輸爹 薩爾哇 打他伽打
Samanta Parisuddhe . Sarva Tathagata .

喜裡打呀 帝司打那 帝司帝爹
Heridaya Dhistana Dhistite .

媽哈 慕德烈 梭哈。
Maha Mudre Svaha .

Heart Mantra:
嗡。部隆。梭哈。嗡。阿彌答。阿俞拉。答爹。梭哈。
Om Bhrum Svaha . Om Amrta Ayur Dade Svaha

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°`

GLOSSARY

Sarva: each, every, all
Trailokya: all of the three worlds
Prati: each and every, in regard to, towards
Te namah: offering my respects unto you, they, reverential salutation
Asamasama: unequalled
Samanta: whole, all, universal, on all sides
Spharana: penetration, virbration
Gati: progress, path, going, moving,
Gagana: atmosphere, sky, heaven
Svabhava: own inherent nature, original form, character
Vishuddhe: completely pure
Abisincati(u): pour apon, consecrate
Mam: me
Sugata: Buddha, one who has fared well, well bestowed
Vara: best, excellent, foremost
Vacana: words, speech, statement, expressed
Amrta: nectar, sweet dew, eternal life
Abhiseka: inaugurating, sacred bathing
Maha: great, vast
Padaih: with words, aphorism (statement of principle)
Ahara: food
Ayur: life,
Sam: completely, entirely, whole, perfect
Vijaya: triumph, victorious
Pari: sufficiently, successively, I am able
Shuddhe: purify
Sahasra: thousand
Rasmi: ray of light, beam, splendor
Chodite (codita?): invite/d, impart
Avalokani(a): look at, look over
Sat: eternal, supreme, legitimate
Paramita: complete attainment, perfection, transcendent
Paripurani: to be fulfilled or filled
Mati: intelligence, consciousness, accurate knowledge
Dasa: ten
Bhumi: ground, level, stage
Prati-sthite(a): consecrated, having reached, complete, established
hRdaya: heart
Adhisthana: standing or resting upon, base of support, being
at hand, position, occupying, position, authority
Adisthita: settled, appointed, regulated
Mudra: seal,
Vajra: hard, adamant, diamond
Kaya: body
Pari: sufficiently, successfully, fully
AvaraNa: cover, covering, envelopment,
Pratinivartana: coming back, returning
Samaya: convention, engagement, agreement, terms,
Mani: precious stone, jewell, gem
Muni: sage, holy man, monk, saint
Sumati: very wise, intelligent, good mind, good disposition
Koti: core (ten millions), highest point, eminence,
Tathata: true nature, true state, as it is, suchness
Bhutakoti: highest culminating point for all beings
Parishuddhe: cleaned, purified

Parishuddhi: aquital, rightness, correctness, complete purification
Visphuta: burst open, gaping
Buddhi: highest mental faculty, realization,
He: vocative particle: oh,
Jaya: conquering, winning, all glories, victory
Vijaya: triumphant, victorious,
Smara: please remember, think of
Sphara: shield
Buddhe: intelligence
Vajre(a): thunderbolt
Suvajre: having an excellent thunderbolt
Garbhe: womb, in the womb
Jvala: light up, ablaze, flame
Bhava: attitude, disposition, be, become
Sambhave: all possibilities, possible, source, birth
Bhavatu: let there be, let it happen, may become, yes, be it so, amen
Mama: my, mine, of me (mAmaka)
Sharira: body, the whole body
Sattvanam: living beings, together with the other creatures
Ca: also, as well as
Me: me, unto me, my
Sada: always, constantly
Gati: movement, refuge, course, passage, destination, going
Sincha (sinca): please pour, sprinkle water
Mam: me
Sama: equal, just like
Buddhya: by/with intelligence
Siddha/siddhi: perfect, successful, capability
Bodhaya: awakening
Moksa/moksha: release, redemption, liberation, freedom
Moksaya: liberate
Samanta: universal, on all sides
Mudra: seal
Svaha: hail, respectful oblation (offering)
Tejovat/tejovati: vivid, shining brilliantly, radiant, effulgent, sanguine, bright
Dade: shall give

Source for Sanskrit meanings:

Monday, November 14, 2011

Kesaksian Tentang Tathagata Usnishavijaya Yang Tercantum Di Dalam Kitab Tripitaka

Sejak Buddhapali membabarkan Tathagata Usnishavijaya Dharani ke Tiongkok, Mantra ini sudah beredar ke seluruh daratan Dinasti Tang, semua vihara/arama serta kalangan rakyat jelata, semuanya bersemangat membaca Tathagata Usnishavijaya Dharani. Oleh karena itu tidak heran bila banyak muncul mukjizat yang mengejutkan banyak orang.

Kira-kira 40 tahun setelah Yang Arya Buddhapali menyepi di Gunung Wu Thai, seorang abdi besar kerajaan yang bergelar ‘juru tulis kerajaan’ bernama Wu Che (武撤)menulis pengalaman pribadi kedua orang upasaka yang dikenalnya berkaitan dengan mukjizat dari penjapaan Mantra.

Catatan yang ditulisnya selanjutnya menjadi salah satu bagian di dalam kitab Tripitaka. Di bawah ini adalah mukjizat penjapaan mantra kedua upasaka tersebut:

1. Pahala menjapa Mantra, Sang Ayah yang telah meninggal menitis menjadi Raja Dewa di Alam Dewata

Pada awal tahun 12 Dinasti Tang (725 SM) di bawah Gunung Wu Thai terdapat seorang upasaka bermarga Wang yang rajin bersadhana. Suatu saat, ia mempunyai masalah dalam melakukan perjalanan yang panjang, yang akan menghabiskan waktu pulang pergi lebih dari 4 bulan. Karena waktu itu, sarana transportasi masih belum maju, kendaraan masih kuno, maka penyampaian berita juga sulit terlaksana.

Sekembalinya upasaka dari perjalanan panjangnya, ternyata ayahnya telah meninggal dunia. Begitu ia kembali tidak bertemu lagi dengan ayahnya, hatinya sangat sedih. Oleh karena itu ia memutuskan untuk menyepi di gunung. Dengan sepenuh hati menjapa Usnishavijaya Dharani sampai hitungan 100.000 kali, dan jasa-jasanya dilimpahkan kepada ayahnya yang telah meninggal dunia, dengan harapan agar karma buruk ayahnya terkikis, sehingga dapat terlahir di alam Dewata, serta berdoa agar dapat bertemu ayahnya sekali lagi. Kegigihannya menjapa Mantra, dan ketulusan berdoa, tanpa berhenti sehari pun.

Siapa tahu setelah ia menjapa beberapa tahun tak ada tanda-tanda kontak batin sedikitpun. Dalam hati Upasaka Wang berpikir, ”Mengapa Usnishavijaya Dharani tidak manjur? Jika demikian, saya keluar saja dari penyepian ini.

Tepat saat ia akan keluar gunung, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang biksu tua berdiri di samping pintu penyepiannya dan berkata pada Upasaka Wang, ”Saudara sebenarnya sudah sepenuh hati menjapa Mantra, dan juga sangat tekun melaksanakannya. Bukanlah Mantra Usnishavijaya yang tidak manjur, tetapi Mantra yang Anda baca intonasinya kurang tepat, sehingga pahalanya agak sedikit sulit ditemukan kemujarabannya. Sekarang saya akan mengajarkan Anda intonasi seluruh kata-kata Mantra itu, dan lanjutkan terus penjapaan Mantra, kemujarabannya akan muncul dengan sendirinya.

Selesai mengucapkannya, biksu tua itu mengajarkan intonasi kalimat Mantra yang sebenarnya pada Upasaka Wang dan iapun dengan sepenuh hati menerimanya, serta melanjutkan penjapaan Mantra tersebut.

Demikianlah setelah melewati lebih dari 3 bulan, pada suatu malam, saat ia masih menjapa mantra, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara musik surgawi yang merdu. Juga suara dentingan emas perak perhiasan, pakaian dan mahkota sangat jelas terdengar. Suara musik dan suara dentingan itu berasal dari langit, dan perlahan-lahan turun ke dalam ruangan altar. Saat Upasaka Wang masih tercengang, ia segera keluar melihatnya. Dan ia tersentak, tampak para dewa-dewi yang berjumlah puluhan orang, wajahnya anggun dan indah, dengan jubah surgawi yang halus, pita warna-warni melayang-layang, masing-masing memegang alat musik dan panji, tercium wewangian yang harum semerbak, indah bagai lukisan, terang benderang bagaikan siang hari. Juga tampak Raja Dewata di tengah-tengah para dewa dewi, semuanya mengelilingiNya, wajahnya sangat berwibawa, kepala mengenakan mahkota yang dihiasi perhiasan yang gemerlapan, tampak gagah dan sangat berwibawa.

Ketika ia masih tercengang, Sang Raja Dewata berkata pada Upasaka Wang, ”Masihkah Anda kenal padaku?

Upasaka Wang menjawab, ”Tidak kenal.

Raja Dewata tertawa dan berkata, ”Saya adalah ayahmu! Dalam beberapa tahun belakangan ini, kamu sudah lelah menjapa Mantra Usnishavijaya, sedangkan saya sendiri mendapatkan kekuatan pahala Mantra tersebut, sekarang sudah menjadi Raja Dewata dan menikmati berkah kesenangan surgawi. Kemanjuran dari Mantra Usnishavijaya ini benar-benar tak terhingga, benar-benar luar biasa! Semoga kamu melanjutkan penjapaan Mantra dengan tekun agar kelak tiba di alam yang luar biasa!

Selesai Raja Dewata mengucapkannya, dengan tersenyum perlahan-lahan ia melayang lagi ke angkasa, para dewa dewi melantunkan kembali musik surgawi hingga benar-benar menghilang. Upasaka Wang bersorak-sorak gembira, tergesa-gesa ia mengantar barisan itu pergi. Dalam jangka waktu yang sangat lama, harum surgawi memenuhi ruangan, musik surgawi jelas terdengar dan di dalam ruangan, taman, pekarangan, sangat terang.

Sejak itu Upasaka Wang makin percaya dan rajin menjapa Mantra. Tak heran lagi pastilah Upasaka Wang akan memperoleh “Maha Keberhasilan dalam Penjapaan Mantra” dan memasuki alam yang luar biasa.


2. Pahala Menjapa Mantra Dapat Menyeberangkan Seluruh Arwah Yang
Berdosa Di Alam Neraka

Pada awal tahun Thien Pao Dinasti Tang (天寶/742 M), terdapatlah seorang tuan muda keluarga Wang yang tinggal di kaki Gunung Wu Thai. Ia rajin membaca Usnishavijaya Dharani yang sudah melewati 20 tahun lamanya.

Suatu hari, karena ada suatu hal, ia berkunjung ke rumah seorang teman yang tinggal di ibu kota Dong Du Timur(東都城 ). Tiba-tiba ia merasa tidak enak badan dan berbaring di ranjang temannya, dengan tenang pingsan dan meninggal dunia. Temannya melihat wajahnya masih segar, dan masih ada nafas di hidungnya, tubuhnya juga tidak mengeras. Sehingga temannya tidak berani memakamkannya, dan membiarkan tetap berbaring di atas ranjang serta tidak berani mengganggunya.

Begitulah Tuan Muda Wang berbaring sampai 7 hari 7 malam. Selanjutnya ia kembali sadar. Teman-teman dan saudara dekat maupun jauh datang melihatnya. Tuan Muda Wang menceritakan semua pengalamannya selama 7 hari tak sadarkan diri itu:

Saya agak letih dan beristirahat sebentar di atas ranjang. Baru saja berbaring, datang 2 orang utusan yang berkata, ”Raja kami khusus mengundang Guru Besar. Guru Besar dipersilakan mengikuti.

Saya langsung saja mengikuti mereka berdua keluar dengan menempuh perjalanan sejauh 10 li. Kedua utusan ini, di pinggir jalan di bawah pohon melepas lelah, saya juga ikut duduk sambil melepas lelah. Ketika sedang beristirahat, saya tiba-tiba teringat mengapa tidak memanfaatkan kesempatan dengan menjapa Mantra Usnishavijaya? Langsung saja saya menutup mata bervisualisasi dan menjapa dalam hati sampai 21 kali, begitu saya membuka mata, kedua utusan itu menghilang entah ke mana.

Saat saya tengah tercengang, terlihat lagi 4 orang utusan datang mendekat dan bersujud di depan saya serta berkata, ”Mantra yang tadi Anda japa, pahalanya tak terhingga, bermanfaat besar, kedua utusan tadi telah naik ke alam Dewa.

Saya katakan, ”Saya hanya menjapanya dalam hati dan tidak berbuat yang lainnya.

Keempat utusan itu berkata, ”Itulah kekuatan pahala yang besar dari Mantra Usnishavijaya ini, mohon agar Guru Besar menjapa Mantra ini buat kami berempat, agar melepaskan kami dari penderitaan.

Setelah selesai berkata, mereka pun bersujud 3 kali. Dan saya pun kembali mengatupkan mata menjapa dalam hati Mantra Usnishavijaya, sepenuh hati bervisualisasi. Setelah menjapa sampai 21 kali, begitu membuka mata keempat orang itu menghilang lagi.

Saat itu juga terdengar suara lempengan-lempengan baju besi beradu turun dari langit. Yang terlihat hanya sebarisan pasukan yang gagah berwibawa, menjaga keamanan seorang Raja, dibelakangnya juga terdapat banyak pengikut.

Raja ini memakai jubah kebesaran berwarna ungu, serta mengenakan baju besi, wajahnya sangat tegas dan berwibawa. Ia memimpin semua pengikutnya bersujud di depan saya dan berkata, ”Saya adalah pejabat arwah Raja Yama tingkat 5, jabatan saya sangat disegani, tetapi alam ini masih termasuk alam dewa, dan menjalankan semua tugas yang telah ditentukan, sekarang memohon agar terlahir di alam kahyangan. Yang barusan keenam utusan itu atas jasa pahala kekuatan Dharma Guru Besar, telah mencapai alam kahyangan. Hari ini siswa khusus datang memohon agar datang ke tempat siswa dengan tujuan memanjatkan Usnishavijaya Dharani, dengan harapan agar semua keluarga besar dan para insan di alam neraka mendapatkan pahala penjapaan Mantra. Sungguh merupakan pahala yang tak terhingga!
Selesai mengucapkannya ia berdiri kembali dan berjalan di depan.

Demikian pula saya, mengikuti dari belakang menuju sebuah lereng gunung yang sangat luas dan memasuki sebuah kota. Saya melihat luasnya hampir mencapai 10 li, semuanya para roh yang terhukum, semuanya sedang menjalankan siksaan. Semua roh itu dalam keadaan kaki tangan dirantai dan terbelenggu. Menjalani segala penyiksaan, merobek kulit dan daging, darah membasahi wajah dan tubuh, suara erangan dan teriakan yang mengerikan. Ada yang patah tangan, patah kaki, hantu tanpa kepala, hantu yang hancur sangat mengerikan. Juga tercium bau amis darah yang menjijikkan. Benar-benar sebuah pemandangan yang sangat mengerikan di dalam neraka.

Saya berusaha keras mengikuti Raja Yama ke sebuah panggung yang lebih tinggi. Raja Yama mempersilakan saya duduk di singgasana tinggi. Beliau sendiri berlutut di tanah, para pengikutnya juga turut berlutut di belakang. Semuanya dengan hormat beranjali. Di atas singgasana tinggi saya menutup mata menenangkan diri serta berkonsentrasi dalam visualisasi menjapa Usnishavijaya Dharani dalam hati. Saat penjapaan sudah mencapai hitungan ke-49, begitu membuka mata, Raja Yama dan para pengikut di belakangnya sudah menghilang. Seluruh sudut-sudut yang luasnya 10 li tidak tampak lagi para napi yang tersiksa. Semua belenggu yang mengikat para napi sudah terlepas. Saya tahu bahwa mereka semua sudah terlahir di Tanah Suci Buddha.

Saya merasakan kesendirian, saat itu tiba-tiba muncul 4-5 orang bersujud di depan saya, ”Atas titah Raja dipersilakan Guru Besar untuk kembali.” Mereka membawa saya sampai ke sebuah kaki gunung dan mendorong saya. Seketika saya siuman dan sadar, ternyata saya sudah tidak sadarkan diri 7 hari 7 malam lamanya.

Cerita di atas adalah pengalaman pribadi yang dituturkannya sendiri oleh Tuan Muda keluarga Wang serta membuktikan kemukjizatan dari Usnishavijaya Dharani ini.


Dari pengalaman Upasaka Wang dan Tuan Muda Wang ini, mengundang orang untuk berpikir, ternyata pahala Usnishavijaya Dharani ini mampu mengubah nasib roh ayah terlahir di alam kahyangan. Sampai-sampai Raja Yama pun mengejar keagungan pahala Usnishavijaya Dharani, agar terlahir di Tanah Suci. Apalagi makhluk di alam neraka juga bisa mengakhiri penderitaannya!

Sungguh beruntung sekali para arwah terhukum di neraka tingkat 5, sehingga neraka bisa terbebaskan atas welas asih Raja Yama yang mengizinkan para arwah napi beroleh kebesaran pahala Usnishavijaya Dharani.

Coba dipikir sekali lagi, kita hidup di zaman dunia Satya Buddha dan mampu beroleh eksistensi Usnishavijaya Dharani, bukankah kita ini sungguh beruntung?

Segera manfaatkan waktu Anda dengan tekun menjapa Mantra, dengan demikian barulah bisa disebut orang yang menghargai keberuntungan!

Sejarah Masuknya Tathagata Usnishavijaya Dharani ke Tiongkok

Atas welas asih Sang Buddha Gautama menyelamatkan Pangeran San Zhu dari penderitaan, maka dibabarkan Tathagata Usnishavijaya Dharani, oleh sebab itu Usnishavijaya Dharani dikenal luas di India.

Beberapa abad setelah Sang Buddha memasuki Parinirvana, pada tahun pertama Yi Feng penanggalan Dinasti Tang (唐朝的儀鳳元年/ lebih kurang tahun 676 Masehi) ada seorang Bhikku Brahmana dari India yang bernama Buddhapali (佛陀波利), ia mengembara menghadapi rintangan hanya untuk mengunjungi Manjusri Bodhisattva (文殊師利菩薩) di Gunung Wu Thai di daerah Propinsi Shan Xi, Tiongkok.

Sesampainya di kaki gunung Wu Thai, dengan tulus hati ia merebahkan tubuhnya ke tanah, dan bernamaskara ke puncak gunung, dengan satu langkah sekali sujud, demikianlah ia mendaki ke puncak gunung. Dengan hati yang welas asih tanpa batas serta dari hati nuraninya berujar, “Beberapa abad setelah Sang Buddha mencapai Parinirvana, para Yang Arya dan Mahasattva tidak lagi keluar menolong para insan yang menyedihkan ini. Di dunia ini yang tinggal hanyalah Yang Arya Manjusri di Gunung Wu Thai yang masih berwelas-asih pada para insan, yang mengajarkan para insan berlatih jalan Bodhi.

Saya Buddhapali, sangat menyesal tidak dapat terlahir di zaman Sang Buddha, tidak dapat melihat wajah mulia Sang Buddha, tidak dapat mendengar langsung ajaran Sang Buddha, hati saya sangat menyesal! Oleh sebab itu sengaja saya mengembara ke sini dengan sepenuh hati ingin memberi hormat pada Yang Arya Manjusri. Oh! Yang Arya Manjusri yang Maitri Karuna, munculkanlah diri Sang Arya di hadapan saya, agar saya bisa melihat wujud agung Sang Arya.

Selesai mengucapkannya, ia bernamaskara pada puncak tertinggi dan tangisan iba mengalir bak hujan. Setelah bersujud, begitu ia menengadahkan kepalanya, muncul seorang kakek tua dari tengah gunung berjalan perlahan-lahan ke hadapan Buddhapali. Wajah kakek itu sangat agung, berbicara dengan Buddhapali dengan bahasa Brahman, “Oh Biksu, Anda datang dari jauh tanpa mengenal lelah mencari jejak Yang Arya, kegigihan Anda sangat mengharukan.
Tetapi para insan di Tiongkok ini telah banyak berbuat karma buruk, banyak Biksu Sangha yang melanggar sila. Karma buruk yang demikian berat ini sukar diselamatkan. Hanya Tathagata Usnishavijaya Dharani yang mampu menghapus karma buruk para insan, tak tahu apakah Biksu membawa serta Dharani ini?”

Buddhapali berkata, ”Biksu kemari hanya untuk memberi hormat dan menemui Yang Arya Manjusri. Biksu tidak membawa serta Dharani tersebut.
Kakek tua itu berkata, ”Bila memang Biksu tidak membawa serta Dharani tersebut, apa gunanya datang kemari? Andai Biksu telah bertemu dengan Yang Arya Manjusri, bagaimana Biksu mengenalinya? Kalau tidak Biksu kembali saja ke India, untuk membawa Tathagata Usnishavijaya Dharani, untuk dibabarkan di daratan Tiongkok. Dengan demikian berarti sebagai persembahan terbesar bagi para Buddha, di samping itu juga menolong para insan dan makhluk halus, juga membalas jasa besar para Buddha! Nanti sekembalinya Biksu dengan membawa serta Dharani tersebut, saya akan memberitahu tempat di mana Manjusri Bodhisattva berada.

Begitu Buddhapali mendengar kata-kata kakek tua itu, ia tersadar dan saking gembiranya ia membungkukkan badan pada kakek tua itu. Begitu ia tegak kembali, kakek tua itu telah menghilang. Buddhapali kaget sekali dan terlebih-lebih ia makin menaruh hormat, sepenuh hati kembali ke India, untuk membawa serta Tathagata Usnishavijaya Dharani.

Melintasi berbagai rintangan dalam perjalanan, telah melalui 6 kali musim panas dan musim dingin. Musim panas dan musim dingin silih berganti, Buddhapali dengan gigih pantang mundur bertujuan untuk menyelamatkan para insan, sebagai wujud dari maitri karuna yang bagaikan baja. Berusaha menukarkan semua penderitaan para insan dengan sebuah Sukhavati abadi. Ia menghadapi berbagai macam kesulitan selangkah demi selangkah menapaki sebuah daratan tanpa batas, gurun pasir Gobi yang luas dan ganas tanpa penghuni. Kesulitan demikian telah ia lalui selama 6 tahun.

Akhirnya pada tahun 2 Yong Chun (永淳二年/tahun 682 Masehi) Buddhapali membawa serta Tathagata Usnishavijaya Dharani dari India ke kota Xi Jing, Tiongkok (中國西京). Menurut peraturan Dinasti Tang pada saat itu, sebuah kitab suci berbahasa Sansekerta haruslah terlebih dahulu mendapat izin kaisar, barulah boleh diterjemahkan ke dalam bahasa Han (Mandarin). Demikianlah akhirnya Buddhapali menemui Kaisar Tang dan memohon abdi kerajaan untuk mengurus masalah ini, serta menyerahkan Tathagata Usnishavijaya Dharani yang asli dalam bahasa Sansekerta kepada Kaisar Tang.

Siapa sangka Kaisar Tang adalah seorang yang mencari keuntungan pribadi, ia memerintahkan Re Cau (日照)seorang biksu kerajaan dan biksu lainnya menerjemahkan Dharani asli bahasa Sansekerta ini di dalam ruangan istana, serta melarang pembabaran Dharani ini di luar istana kerajaan. Selain itu ia menganugerahkan 240 meter kain sutra bermutu tinggi kepada Buddhapali dengan maksud menyuruhnya meninggalkan istana.

Begitu Buddhapali mengetahui ternyata Dharani tersebut dilarang pembabarannya di luar istana kerajaan, hatinya sedih sekali bagaikan tergores pisau. Ia menangis dan menghadap kaisar serta berkata, ”Hamba menghadapi berbagai kesulitan tanpa menghiraukan bahaya datang dari jauh membawa Dharani ini sampai ke Tiongkok. Hamba bertekad membabarkannya kepada semua insan, membebaskan insan dari penderitaan. Sama sekali bukan untuk tujuan memperoleh kekuasaan, hadiah ataupun kekayaan, apalagi sebuah ketenaran. Mohon agar Paduka menarik kembali larangan pembabaran Dharani tersebut, sehingga Dharani ini dapat beredar di kalangan rakyat, dengan demikian rakyat dan arwah gentayangan memperoleh berkah sinar Buddha dan manfaat Buddha Dharma!

Kaisar Tang dengan terpaksa menyerahkan kembali Dharani asli bahasa Sansekerta itu kepada Buddhapali, sedangkan Dharani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin tetap ada di tangan kaisar. Dengan Dharani bahasa Sansekerta di tangan, Buddhapali terus-menerus mencari orang yang bisa menerjemahkannya. Setelah melewati berbagai pencarian, akhirnya di sebuah Vihara Xi Ming (西明寺)ditemukan seorang biksu Han yang mahir dalam bahasa Sansekerta dan Mandarin yang bernama Biksu Shun Zhen (順真法師).

Demikianlah, setelah mendapat izin dari Kaisar Tang, Buddhapali bersama Biksu Shun Zhen dan kawan-kawan menerjemahkan Tathagata Usnishavijaya Dharani di Vihara Xi Ming. Begitu Dharani itu selesai diterjemahkan, tercapailah sudah cita-cita Buddhapali. Dengan membawa Dharani asli Sansekerta ke Gunung Wu Thai untuk bertemu Manjusri Bodhisattva dan sejak saat itu ia tidak turun gunung lagi.

Setelah melewati 5 tahun, sampai pada dinasti Tang tahun ke-3 Chui Gong (垂供/tahun 687 Masehi), Biksu Zhi Jing (志靜法師)ketua Vihara Ting Jiao (定覺寺)menemui Biksu San Zang (三藏法師), Biksu Re Cau untuk membahas masalah Tathagata Usnishavijaya Dharani.
Biksu San Zang dan Biksu Re Cau menggunakan lafal Sanskrit untuk memperbaiki terjemahan di luar istana, semua perbedaan antara keduanya diperbaharui kembali, sehingga setiap kata maupun kalimat menjadi intonasi atau lafal sanskrit sepenuhnya, serta dicatat di dalam pustaka kerajaan. Sampai pada Dinasti Ming tahun 9 Yong Le (明朝永樂/tahun 1412 Masehi), Kaisar Ming Cheng Zu (明成祖)menulis kalimat pembuka pada Tathagata Usnishavijaya Dharani. Beliau sangat menjunjung tinggi jasa pahala dari Usnishavijaya Dharani.

Dahulu, ketika Sakyamuni Buddha membabarkan Tathagata Usnishavijaya Dharani demi untuk menolong Pangeran San Zhu, semuanya tertulis di dalam kitab sutra India berbahasa Sanskrit, selanjutnya oleh Yang Arya Buddhapali bersama Biksu Sun Zhen menerjemahkannya ke dalam bahasa Han (Mandarin).

Yang Arya Buddhapali diberi petunjuk oleh Manjusri Bodhisattva agar kembali ke India untuk membawa Dharani ke Tiongkok, selanjutnya diperbaharui kembali hasil terjemahannya oleh Biksu Zhi Jing, kepala Vihara Ting Jiao pada Dinasti Tang.

Kumpulan karya terjemahan serta ditambah dengan kalimat pembuka dari Kaisar Ming Cheng Zu, semuanya tersirat di dalam “Kitab Tripitaka, Bab Ajaran Tantra.”

Sebuah syair yang sangat bermakna, ditulis oleh Gude (古德) tertulis di atas Tathagata Usnishavijaya Dharani:

Zaman dahulu Yang Mulia datang ke Timur,
昔日尊者往東來

Berkat petunjuk Bodhisattva Majusri,
卻 被文殊花引開

Tanpa Tathagata Usnishavijaya Dharani di Tanah Timur,
東土若無尊勝咒

Arwah gentayangan sukar melepaskan diri.
孤魂難以脫塵埃


Setelah Anda membaca “Sejarah Masuknya Tathagata Usnishavijaya Dharani ke Tiongkok”, mohon direnungi beberapa hal di bawah ini:
  1. Mengapa Manjusri Bodhisattva menyuruh Buddhapali kembali ke India untuk mengambil Dharani, dengan jelas yang ditunjuk tidak lain adalah Tathagata Usnishavijaya Dharani?
  2. Mengapa Buddhapali mau dengan gigih melawan maut, selama 6 tahun mengalami bermacam- macam penderitaan, dengan susah payah mengembara dari India ke Tiongkok hanya untuk membawa Tathagata Usnishavijaya Dharani!
  3. Mengapa Yang Arya Buddhapali menolak hadiah dari kaisar dan bersikeras, agar Tathagata Usnishavijaya Dharani dibabarkan di kalangan rakyat luas, serta berusaha keras mencari orang untuk menerjemahkannya, barulah terkabul cita-citanya?

Ketiga pertanyaan ini menunjukkan, bahwa Tathagata Usnishavijaya Dharani sangat penting sekali dalam menghadapi berbagai masalah penderitaan para insan di Svaha Loka ini!

Tepat sekali apa yang dikatakan Manjusri Bodhisattva (kakek tua), ”Para insan di Tiongkok banyak memupuk karma buruk, banyak sekali biksu Sangha yang melanggar sila. Karma buruk yang demikian berat sukar dihapuskan. Hanya Tathagata Usnishavijaya Dharani yang mampu menghapus karma buruk para insan!

Kata-kata emas yang dikenang sepanjang masa ini sungguh luar biasa!

Asal Mula dan Pahala dari Kekuatan Tathagata Usnishavijaya Dharani

Grand Master Talk

Di antara beraneka ragam ilmu Tantra dalam Tantrayana terdapat sebuah mantra yang sangat luar biasa. Kekuatannya sungguh tak tertandingi. Mantra itu yaitu “TATHAGATA USNISHAVIJAYA DHARANI”. Kita menyebutnya sebagai “MANTRA USNISHAVIJAYA”.
Jalan pembinaan diri saya dimulai dari dasar, diawali dari penjapaan Mantra Hati Padma Kumara. Inilah dasar dari sebuah pewarisan, tanpa adanya akar dari pewarisan, akan sulit diperoleh keberhasilan. Mantra bagi pemula memang Mantra Hati Padma Kumara, tetapi untuk tingkat lanjutan adalah Mantra Usnishavijaya.

Banyak kitab-kitab yang berhubungan dengan Mantra Usnishavijaya, di antaranya adalah Kitab Tripitaka (大藏經)yang tersirat dalam Bab Ajaran Tantra.

Pahala yang luar biasa dari Tathagata Usnishavijaya Dharani

Pahala yang luar biasa dari Tathagata Usnishavijaya Dharani tidak bisa hanya diungkapkan dengan kata-kata. Tetapi intinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Dapat melenyapkan segala jalan kejahatan. Melenyapkan penderitaan yang muncul dari kelahiran dan kematian.
  2. Mampu menghapus karma buruk yang dibuat selama ribuan kalpa lamanya, terhindar dari segala penderitaan di alam neraka, alam preta dan alam binatang lainnya, serta memperoleh rezeki dan kebijaksanaan.
  3. Bila seseorang mampu menjapa “Tathagata Usnishavijaya Dharani”, ia akan terhindar dari alam neraka selamanya. Selain itu rezeki dan kebijaksanaan akan bertambah, usia bertambah, dapat menikmati segala kesenangan, dan para Buddha memberkati ke-Buddha-an Anda. Selain itu, Anda akan terlahir di tanah suci para Buddha yang sangat indah dan dapat berkumpul bersama-sama para Buddha, mendengarkan Sang Buddha membabarkan Dharma yang agung, sinar dari raga memenuhi segala penjuru tanah suci, yang berarti memperoleh pencapaian nirvana tertinggi.
Ketiga pahala di atas ada dalam Kitab Tripitaka.

Seorang rohaniwan yang paling berhasil pada zaman sekarang ini adalah Yang Mulia Acarya Lian Sheng Huo Fo (聖尊連生活佛), yang pada tanggal 14 April 1989 berdharmadesana tentang topik yang ditanyakan seorang biksu, yakni bagaimana cara penggunaan kertas Mantra Tathagata Usnishavijaya Dharani. Saat itu, Yang Mulia Lian Sheng Huo Fo memberikan sebuah jawaban yang cukup singkat, yakni cara apapun dapat dilakukan, misalnya kertas mantra yang sudah pernah diisi dapat dibakar dan bisa dilemparkan ke sungai (manfaatnya menolong para arwah gentayangan dan makhluk dalam air), ataupun abu bekas bakaran itu dapat disebar di tanah (manfaatnya melepas belenggu arwah dalam tanah), ataupun abu bakar itu dapat disebarkan di setiap vihara/kelenteng (manfaatnya agar arwah-arwah dalam kelenteng dapat terseberangkan dan dapat juga dimanfaatkan untuk Simabandhana), serta sangat bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit, melenyapkan malapetaka, ulambana, ataupun penambah rezeki.

Kertas mantra yang sudah diisi mantra, dapat ditempelkan di Mandala Tantra ataupun di atas langit-langit vihara selama beberapa lama, sehingga dapat dimanfaatkan untuk penaklukkan.
Dengan begitu, mara tidak berani mendekat, ataupun bila telah lama ditempelkan, sampai kertas mantra menjadi hitam dipenuhi debu, apabila debu itu jatuh sampai ke atas kepala seseorang, orang tersebut akan terhindar dari alam neraka. Manfaatnya sangat luar biasa.

Di bawah ini tertulis beberapa kutipan dari Tathagata Usnishavijaya Dharani :

Sang Buddha bersabda pada Raja Indra, “Aku bersabda tentang Dharani ini agar para insan dapat menyebarluaskannya, manfaat dari Dharani ini tidak terbatas. Dan juga para dewata dan dewa lainnya mengatakan, bila Maha Dharani ini dapat Anda peroleh, maka jangan sampai Anda lupakan, dengan pikiran benar dan tekun menjapanya sebagai perlindungan.

Dharani ini disebut sebagai Mantra Selamat. Oleh sebab itu, Mantra ini dapat menghapus segala penderitaan di 3 alam Samsara. Tathagata Usnishavijaya Dharani ini bagaikan pusaka mutiara moni, yang suci tanpa kotoran, bagaikan akasha yang terangnya memancar luas, sampai ke setiap penjuru arah. Bila para insan dengan hati yang khidmat berulang-ulang menjapa Dharani ini, bagaikan emas murni yang terang dan lunak serta disukai orang. Bagaikan teratai yang tak akan ternoda oleh kotoran dan debu. Dengan berulang-ulang menjapa Dharani ini, menambah karma baik, saat menjelang wafat akan timbul niat baik. Bila dapat menuliskan Dharani ini, bagi setiap insan yang mendengar, memuja, dan mempersembahkannya, segala karma buruk akan disucikan, segala penderitaan di setiap alam neraka akan cepat terhapuskan.
Bila ada insan yang cepat mengerti makna Dharani ini, segala karma buruk yang berat ribuan kalpa mendatang, yang seharusnya menderita berputar di roda kelahiran dan kematian, penderitaan di alam neraka, alam preta, alam binatang, alam asura, alam Raja Yama, hantu Yasa, Butana (sejenis hantu kelaparan yang kotor dan bau), jeja butanna, Apasamala, nyamuk, kutu, penyu, anjing, ular dan wujud lainnya, segala jenis burung dan unggas, segala macam makhluk sampai semut, segala penderitaan menjadi lebih ringan, sebaliknya lahir kembali di alam para Buddha Lokanantha, hidup di alam yang sama dengan Buddha Bodhisattva.

Apabila ada pria dan wanita yang menuliskan Dharani ini, disemayamkan di pagoda yang tinggi atau disemayamkan di puncak gunung ataupun di atas bangunan tertinggi, atau di dalam stupa, apabila ada biksu, biksuni, pria ataupun wanita bijak berada di depan pagoda atau melihat sepintas pagoda ataupun berada di bawah bayangan pagoda, atau terkena angin yang meniup pada Dharani, sehingga debu yang melekat pada pagoda menempel di tubuh seseorang, mengakibatkan insan tersebut yang memiliki karma buruk, yang seharusnya jatuh ke alam neraka, preta, binatang, alam Raja Yama, alam asura, segala Dukha terhapuskan. Selain itu, segala karma buruk tak akan menimpa lagi. Insan ini akan mendapatkan berkah ke-Buddha-an dari para Buddha, dan mendapatkan keberhasilan Anuttara Samyak Sambodhi. Apalagi melakukan pemujaan dengan berbagai mandala bunga, dupa, dan wewangian, persembahan panji pagoda, kanopi, bunga, pakaian, dan perhiasan, mempersembahkan berbagai hiburan dan persembahan agung lainnya, membangun sebuah Stupa di perempatan jalan dan menyemayamkan Dharani, memuja dengan beranjali, serta mengitarinya sambil bernamaskara, orang yang bisa melakukan persembahan ini disebut Mahasattva, seorang putra Buddha pemegang tonggak Dharma yang sebenarnya. Dan lagi, ia adalah Stupa Sarira seluruh tubuh Tathagata.

Saat itu, Catur Maha Rajakayika (四大天王)mengelilingi Sang Buddha sebanyak 3 kali pada satu sisi. Dan berkata, “Lokanantha, demi ikrar Sang Tathagata, ulangilah kembali Dharani ini.
Saat itu Lokanantha berkata pada Catur Maha Rajakayika, “Anda dan Raja Indra, dengarkanlah! Aku akan mengulanginya untuk kalian dan juga para insan yang hidupnya singkat.

Bila akan menjapanya, harus membersihkan diri, memakai pakaian bersih, dimulai dari bulan genap tanggal 1 penanggalan Lunar sampai bulan purnama tanggal 15 penanggalan Lunar, menjalankan sila dengan tulus membacakan Dharani ini sebanyak seribu kali. Bagi yang hidupnya singkat akan memperoleh usia panjang, lepas dari penderitaan penyakit, segala karma buruk lenyap. Semua makhluk yang menderita di alam neraka, bangsa burung, dan makhluk bernyawa lainnya, begitu mendengarkan Dharani ini, semua penderitaan tak akan lagi menimpa, setelah kehidupan ini, tidak akan lagi menerima hal yang sama.

Sang Buddha berkata, jika ada orang yang bertubi-tubi terkena penyakit ganas, begitu mendengarkan Dharani ini akan terbebas dari penyakit ganas, dukha berat akan teratasi. Bagi yang akan terjatuh ke alam Samsara, juga akan memperoleh penyelamatan dan terlahir di alam Sukhavati. Terakhir tak akan terlahir lagi dalam rahim, sebaliknya lahir di tempat titisan teratai, dan memperoleh Purvanivasanusmriti-jnana (宿命) jutaan tahun tak akan terlupakan. Ia akan selalu menyadari dan ingat akan tempat-tempat di mana ia pernah dilahirkan. Ia selalu mengetahui kehidupan-kehidupannya yang lalu.

Sang Buddha berkata, jika seseorang dalam hidupnya melakukan karma buruk yang berat sekali sampai akhir hayatnya, dan karma buruknya mengakibatkan ia harus jatuh ke alam neraka, atau alam binatang, alam Raja Yama, alam para preta, sampai alam neraka atau lahir di dalam air, ataupun menjadi bangsa burung, ambillah serpihan tulang belulangnya, lalu taburkan tanah kuburan yang sudah dibacakan Dharani sebanyak 21 kali ke atas tulang belulangnya, orang meninggal itu akan terlahir di khayangan / alam Dewata.

Sang Buddha bersabda, bila ada orang yang sanggup melafal Dharani ini sebanyak 21 kali setiap hari, serta melepaskan semua kemelekatan dan memberi persembahan kepada masyarakat luas, setelah meninggal akan terlahir di alam Sukhavati.

Bila selalu melafalkannya akan mendapatkan maha parinirwana, juga memperpanjang usia, menikmati segala kesenangan, setelah meninggal akan terlahir di berbagai alam Buddha yang menakjubkan, selalu dapat berkumpul bersama para Buddha, dapat selalu mendengarkan intisari dharmadesana para Tathagata dan bimbingan para Bhagawan, tubuhnya akan bercahaya cemerlang menyinari segala penjuru.

Sang Buddha bersabda, bila kita melafalkan Dharani ini di depan Buddha Usnishavijaya, pertama-tama harus membuat mandala dari tanah yang bersih, besar kecil tidak menjadi masalah, berbentuk segi empat. Dengan dihiasi berbagai benda berharga yang diletakkan di atas meja altar. Membakar gaharu ternama dengan lutut kanan bersujud di lantai dan membaca nama Buddha, dengan membentuk mudra sbb : tekuk jari telunjuk, ibu jari menekan di atasnya, kedua tangan disatukan diletakkan di depan dada.

Melafalkan Dharani ini sebanyak 108 kali di altar, bagaikan raja Awan menurunkan hujan bunga yang cukup digunakan untuk memberi persembahan kepada ratusan ribu Buddha yang berdiam di 88 koti pasir sungai Gangga (1 koti = 100 juta), maka para Bhagawan akan memuji, sangat baik dan sangat langka, benar-benar putra Buddha sejati. Yang bersangkutan akan segera mendapat samaya kebijaksanaan yang tidak terhalang, memiliki Maha Bodhicitta yang menyempurnakan samaya.

Beberapa cuplikan dari sutra di atas, tersirat di dalamnya bahwa Sang Buddha sangat memuji pahala dari Mantra Usnishavijaya; di Kitab Tripitaka juga tertulis banyak sekali sabda Sang Buddha mengenai mantra ini. Inti pahala dari Mantra Usnishavijaya ini adalah “Mensucikan segala alam samsara”. Pahala ini luar biasa hebatnya.

Karma buruk apapun yang sudah pernah diperbuat ribuan kalpa yang lalu, dan harus terjatuh ke alam neraka, preta, binatang, atau makhluk kecil lainnya, bila bisa membaca Mantra Usnishavijaya, hukuman atas karma buruk yang diperbuat ribuan kalpa yang lalu akan terhapuskan, dan semua hukuman di neraka, preta, dan binatang tak akan menimpa lagi. Yang lebih luar biasa lagi adalah apabila dapat dengan tekun menjapa mantra ini, pahala dari kekuatan mantra ini, bukan hanya terhindar dari 3 alam samsara malah akan terlahir di berbagai Buddhadhatu yang mulia, menjalankan misi para Buddha, selalu bersama para Buddha dan selalu mendengar sabda para Buddha. Juga tubuh memancarkan sinar ke segala Dhatu, dan memperoleh nirvana tertinggi.

Usnishavijaya Dharani di depannya terdapat kata Tathagata, ini menunjukkan bahwa keagungannya tak terbatas, yang luar biasa di antara yang luar biasa, yang sudah menyerupai keluarbiasaan Tathagata.


Asal Mula Tathagata Usnishavijaya Dharani

Tathagata Usnishavijaya Dharani adalah mantra yang disabdakan oleh Sakyamuni Buddha. Sang Buddha membabarkannya bukan tanpa sebab. Berikut ini adalah asal mula dibabarkannya Dharani yang sangat mengharukan ini.
Sesuai kutipan dari Kitab Tripitaka, bab ajaran Tantra, bahwa asal mula dibabarkannya Tathagata Usnishavijaya Dharani oleh Sakyamuni Buddha bermula demi menyelamatkan seorang putra Dewa bernama San Zhu (善住天子).


Di bawah ini adalah terjemahan bait sutra tersebut :

Pada zaman Sakyamuni Buddha di dunia Svaha ini, di alam kahyangan ada seorang pangeran yang bernama San Zhu. Suatu hari Pangeran San Zhu bersama rombongan dewa bermain-main di taman istana kahyangan Fuli (富麗堂). Di kahyangan ia sangat dihormati para makhluk kahyangan, ditambah lagi terdapat para dewi kahyangan yang bagaikan indahnya bunga, mengitarinya sambil menari-nari, juga terdapat alunan musik yang indah mengiringi. Pangeran San Zhu sangat gembira dan lupa diri bersama para dewi menikmati berbagai kesenangan.

Saat ia benar-benar lupa diri itulah, tiba-tiba terdengar suara di angkasa, “Pangeran San Zhu, dalam 7 hari ini, masa hidupmu di kahyangan sudah berakhir. Di saat penghabisan, kamu akan kembali ke dunia Svaha untuk menerima bermacam penderitaan reinkarnasi. Pertama terlahir di 7 jenis alam binatang, selanjutnya jatuh ke alam neraka, untuk mengalami semua dhuka di neraka. Sesudah keluar dari neraka barulah terlahir di alam manusia, tetapi terlahir di keluarga yang sangat miskin. Selain itu, saat di dalam kandungan akan terlahir sebagai orang buta.

Saat mendengar hal ini, San Zhu terkejut luar biasa, ia begitu ketakutan hingga seluruh tubuhnya gemetar, sukar dilukiskan. Ia segera lari ke istana Raja Sakra Devanam Indra (帝釋天). Di hadapan Raja Indra (天帝), ia bersujud dan menangis terisak-isak menceritakan semua yang didengarnya dari angkasa, dan ia memohon Raja Indra berbelas kasih dan mau menolongnya.

Sesudah Raja Indra mendengar ceritanya, beliau juga terkejut dan berpikir apakah Pangeran San Zhu benar-benar akan menerima hukuman terlahir sebagai 7 jenis binatang? Akankah ia menerima kelahiran di 7 jenis alam binatang?

Setelah merenung, ia langsung menyelidiki melalui Samadhi. Dalam Samadhinya, Raja Indra melihat dengan jelas, Pangeran San Zhu kelak kembali ke dunia Svaha. Pertama-tama lahir sebagai babi, lalu menjadi anjing, lalu menjadi musang liar, monyet, ular cobra besar, burung gagak, lalu terlahir menjadi burung elang, ketujuh jenis binatang ini sedang memakan makanan yang kotor. Di dalam Samadhinya terlihat berbagai pemandangan yang menjijikkan. Hati Raja Indra sangat sedih tak terlukiskan. Namun, Raja Indra tidak bisa membantu. Satu-satunya cara ialah memohon dari Sang Tathagata yang telah mencapai penerangan sempurna. Dengan demikian, Pangeran San Zhu baru dapat terbebas dari hukuman yang mengerikan itu.

Langsung saja Raja Indra mengumpulkan berbagai jenis bunga segar, wewangian, dan segala macam mustika, pakaian surgawi yang anggun, datang ke Taman Jetavana menemui Sang Buddha. Di hadapan Sang Buddha bersujud hingga di kaki Sang Buddha, lalu mengitari Sang Buddha 7 kali dari sisi kanan, dan melakukan Maha Persembahan. Sesudahnya beliau bersujud di hadapan Sang Buddha dan menceritakan satu persatu masalah Pangeran San Zhu dan memohon Sang Buddha agar berbelas kasih serta menaruh rasa kasihan pada Pangeran San Zhu.

Saat itu, di atas kepala Sang Buddha memancarkan berbagai sinar. Seketika sinarnya memenuhi sepuluh penjuru alam, sinar Buddha terkumpul lagi dan mengitari Sang Buddha 3 kali, lalu masuk ke dalam mulut Sang Buddha.
Segenap Mahasattva, para Vajra, Dharmapala Dewa dan Naga, 33 alam dewa, serta para siswa utama Sang Buddha dan para Bhiksu yang jumlah keseluruhannya 12 ribu orang yang melihatnya, langsung berkumpul di depan tempat padmasana Sang Buddha untuk mendengarkan Dharmadesana Sang Buddha.

Sang Buddha tersenyum, lalu berkata pada Raja Indra, “Raja Indra, Aku memiliki Dharani yang disebut Tathagata Usnishavijaya, kemampuannya dapat menghapus alam samsara, mampu menghapus dukha kelahiran dan kematian, juga bisa menghapus segala dukha alam Raja Yama dan alam binatang, juga mampu menghancurkan semua alam neraka, hingga kembali menuju ke jalan kebajikan.

Raja Indra, Tathagata Usnishavijaya Dharani ini, bila didengar dengan seksama, segala ukuman neraka yang dijalani, akan dilenyapkan dan akan memperoleh jasmani yang suci, serta terlahir di tanah suci jutaan tahun. Dari satu Buddhadhatu ke Buddhadhatu lainnya, dari satu kahyangan ke kahyangan lainnya, sampai menjelajahi 33 alam, keadaan ini berlangsung sampai jutaan tahun.

Raja Indra, jika ada seorang yang di akhir hayatnya ingat Dharani ini, umurnya akan diperpanjang, akan memperoleh kesucian tubuh, ucapan, dan pikiran. Tubuh tanpa penderitaan dan lahir di alam Sukhavati sesuai dengan jasa pahalanya. Sinar Buddha Bodhisattva akan memancar. Para Dewa selalu mengikutinya, dihormati setiap orang, segala karma buruk dan bencana terhapuskan, segenap Bodhisattva mendukungnya.

Raja Indra, apabila ada seorang yang membaca Dharani ini dengan seksama, yang awalnya orang ini pantas masuk neraka, alam binatang, alam Raja Yama, setan kelaparan, dan alam samsara, semua alam dukha akan lenyap tanpa sisa. Bahkan orang ini bisa bebas dan tanpa rintangan masuk ke semua Buddhadhatu, istana Dewata dan dapat terlahir di tempat bermukimnya para Bodhisattva.

Raja Indra dan para Mahasattva, para dewa di 33 alam begitu gembira mendengar sabda Sang Buddha yang luar biasa ini. Dan Raja Indra mewakili semua hadirin dengan tulus bersujud memohon agar Sang Buddha mengajarkan Dharma, Raja Indra berkata, “Oh, Lokanantha yang mulia, kumohon agar Tathagata berwelas asih mengasihani para insan yang berkarma buruk, agar mengajarkan para insan Dharma Pembebasan, menjelaskan Tathagata Usnishavijaya Dharani yang tak ternilai.

Sang Buddha mengetahui ketulusan dan kesungguhan Raja Indra dan para insan dalam memohon Dharma, sehingga dibabarkanlah “Tathagata Usnishavijaya Dharani”.

Sesudah Sang Buddha yang mulia membabarkan Tathagata Usnishavijaya, selanjutnya Sang Buddha berkata di hadapan Raja Indra dan hadirin, “Mantra ini lengkapnya disebut Tathagata Usnishavijaya Dharani penghapus dan mensucikan segala alam samsara(淨除尊勝陀羅尼)”.
Raja Indra, Mantra ini merupakan kumpulan mantra-mantra yang diucapkan ribuan Para Buddha yang tak terhitung banyaknya, untuk menghancurkan penderitaan karma buruk, mengatasi alam neraka, alam binatang, alam Raja Yama, setan kelaparan, sehingga memperoleh kebebasan.

Bagi insan yang menderita dalam lingkaran reinkarnasi, akan memperoleh kebebasan. Bagi insan yang berumur pendek dan menderita, akan memperoleh kebaikan. Bagi para insan yang gemar berbuat kejahatan dan karma buruk, akan memperoleh keselamatan, untuk para insan yang tidak percaya pada Dharma kebajikan serta kehilangan jalan yang benar dan banyak memupuk karma buruk, akan memperoleh pelepasan. Itulah sebabnya maka muncul Maha Dharani yang merupakan inti sabda bersama Para Buddha yang tak terhitung banyaknya.

Oh Raja Indra, kekuatan jasa Dharani ini, dapat terhindar dari hukuman atas karma buruk yang diperbuat ribuan kalpa yang lalu, berupa penderitaan atas reinkarnasi, neraka, preta, binatang, alam Raja Yama, tubuh Asura, yaksa, raksasa, dewa hantu, Butana (hantu kelaparan yang berbau busuk), jijabutana, apasamala, nyamuk, kutu, penyu, anjing, ular, segala jenis burung dan unggas, semua makhluk kecil bernyawa, sampai wujud semut, akan memperoleh kelahiran suci di Buddhadhatu, hidup bersama para Bodhisattva.

Jika ada seorang yang terkena penyakit kronis, dengan membaca Dharani ini sepenuh hati, akan terbebas dari segala penyakit. Bila orang tersebut seharusnya terjatuh ke alam samsara, ia juga akan memperoleh kebebasan dan langsung terlahir di alam yang suci dan tenang. Setelah kehidupan kali ini, tak akan lagi terlahir di dalam kandungan. Sebaliknya akan terlahir di tempat titisan teratai, mampu mengetahui kehidupan berbagai masa, dan tak akan melupakan Tathagata Usnishavijaya Dharani selamanya.

Tathagata Usnishavijaya Dharani ini, bagaikan pusaka mutiara moni yang tak ternodai, bagaikan Akasha dengan sinar memenuhi segala penjuru. Bila para insan dengan hati bersih membaca Dharani ini, keadaan batinnya akan menyerupai pusaka moni yang memancarkan sinar tanpa noda. Juga seperti terangnya kristal dan murninya emas, yang lunak dan bercahaya, sehingga disukai orang, tak akan ternodai oleh kekotoran.

Oh, Raja Indra, bila seseorang bisa menuliskan Dharani ini dalam kitab, mengedarkannya, menjapanya, membacanya, mendengarkannya, mempersembahkannya, semua karma buruknya akan disucikan, segala Dukha di neraka akan dihapuskan.

Bila ada seseorang menuliskan Dharani ini, disemayamkan di Pagoda tinggi, atau di gunung tinggi, atau di lantai atas, atau di dalam Stupa Buddha. Bila ada biksu, biksuni, pria dan wanita bijak lainnya di dekat Pagoda Buddha, sepintas melihatnya, atau bayangan pagoda jatuh padanya, atau tertiup angin yang meniup pagoda, sehingga debu pagoda menempel di tubuhnya, insan itu akan terhindar dari pembalasan karma buruknya yang berupa kelahiran di alam samsara, neraka, binatang, alam Raja Yama, setan kelaparan, asura, dan semua penderitaan alam samsara. Juga tak akan lagi ternoda oleh kotoran. Insan ini mendapat jaminan ke-Buddha-an dari para Buddha, semuanya takkan mundur dalam usaha mencapai penerangan sempurna kelak.

Bila ada seseorang dengan segala mandala bunga, wewangian, wangi cendana, panji, kanopi bunga, mustika, pakaian, dan sebagainya, segala benda berharga lainnya sebagai persembahan dan membangun stupa Buddha untuk menyemayamkan Dharani, mengitari stupa dengan tulus beranjali, bersarana, dan bernamaskara, bila dapat melakukan persembahan seperti itu, dapat disebut Mahasattva, benar-benar seorang tiang tonggak pelindung Dharma, juga disebut sebagai stupa Sarira Buddha sekujur tubuh Sang Tathagata.

Waktu itu hadir Raja Dharma Yamala (閻摩羅法王) di hadapan Sang Buddha dan mempersembahkan segala pakaian surgawi, wewangian anggun, serta mengelilingi Sang Buddha 7 kali, bersujud sampai ke kaki Sang Buddha, dan berkata, “Oh Lokanantha yang mulia, Aku mendengarkan Tathagata membabarkan pahala besar dari Dharani ini, bila ada yang membaca Dharani ini, Aku akan selalu melindunginya, dan tak akan membiarkan ia terjatuh ke neraka. Dan mengikuti serta melindunginya dalam menerapkan ajaran Sang Buddha.

Dan juga datang lagi Catur Maha Raja Kayika mengitari Sang Buddha 3 kali, bersujud dan berkata, “Oh Lokanantha yang mulia, semoga dengan welas asih Sang Buddha rela membabarkan inti Dharma cara melatih Dharani ini.

Sang Buddha berkata kepada Catur Maha Raja Kayika, “Kalian dan Raja Indra dengarkanlah, Aku akan membabarkan inti Dharma cara melatih Dharani ini pada kalian dan insan yang hidupnya berusia pendek serta dalam penderitaan. Bila saat menjapanya, harus membersihkan diri, mengenakan pakaian baru dan bersih, dari bulan genap tanggal 1 Lunar sampai bulan purnama tanggal 15 Lunar, menjalankan sila dan membaca mantra dengan seksama hingga seribu kali, sehingga insan yang hidupnya singkat akan memperoleh perpanjangan usia. Lepas dari derita penyakit, segala karma buruk lenyap. Terhindar dari segala penderitaan di neraka. Para makhuluk karma buruk dan binatang lainnya begitu mendengar suara mantra ini, sesudah masa kehidupannya habis, ia tak akan mengalami segala penderitaan lagi.

Bila ada seseorang dalam hidupnya banyak menumpuk karma buruk, sesudah akhir hidupnya mengikuti karma buruknya terlahir di neraka atau alam binatang, alam Raja Yama atau alam preta hingga neraka avici, ataupun lahir di dalam air, atau lahir sebagai bangsa burung, ambillah serpihan tulang belulangnya lalu taburkan di tanah yang sudah dibaca mantra 21 kali atau lebih, ia akan terlahir di kahyangan.

Bila ada seseorang yang mampu membaca mantra ini 21 kali setiap harinya, melakukan Maha persembahan, dapat terlahir di Alam Sukhavati. Bila sering membacanya, akan memperoleh maha nirvana, umur bertambah, menikmati kesenangan yang luar biasa. Setelah meninggal akan terlahir di segala Buddhadhatu yang mulia dan selalu berkumpul bersama para Buddha, dapat selalu mendengarkan Para Tathagata yang selalu membabarkan Dharma yang mulia. Demikianlah para Buddha menitipkan pesan padanya, dan tubuhnya memancarkan sinar yang memenuhi semua Dhatu dan memperoleh Anuttara Nirvana.

Bila ada seseorang membaca Mantra ini, membangun altar besar maupun kecil berbentuk segi 4, dengan bermacam-macam bunga segar ditaburkan di atasnya, membakar dupa wangi yang bermutu, lutut kanan mengenai tanah, pikiran selalu tertuju pada Buddha, membentuk Mudra Dharani, kedua tangan beranjali, ujung jari telunjuk dan ibu jari saling menekan, kedua tangan saling menyatu, diletakkan di depan dada (itulah bentuk mudranya), selanjutnya menjapa mantra Dharani sebanyak 108 kali. Sebarlah bunga segar sebanyak-banyaknya bagai hujan bunga ke atas mandala, bisa mempersembahkannya pada segenap para Buddha yang tiada terhitung banyaknya, sehingga para Buddha bisa bersama memuji, “Sangat baik, benar-benar seorang putra Buddha yang diharapkan.” Dengan pahala yang tak terbatas ini, akan memperoleh 3 prajna samadhi tanpa cela, memperoleh Maha Bodhi Samadhi Agung (無上稀有的妙法). Seseorang yang memanjatkan Dharma Dharani ini, akan memperoleh semua kebaikan yang menakjubkan seperti di atas.

Terakhir Sang Buddha memberitahu Raja Indra, “Aku membabarkan Dharani ini sebagai Upaya Kausalya agar para insan yang seharusnya jatuh ke neraka akan memperoleh pelepasan, agar semua alam samsara memperoleh kesucian, agar orang yang memanjatkan Dharani ini memperoleh panjang umur, menambah rezeki dan kebijaksanaan.

Oh Raja Indra, kembalilah dan ajarkan Dharma Dharani ini pada Pangeran San Zhu, setelah tepat 7 hari, bawalah Pangeran San Zhu ke hadapanKu.

Saat itulah Raja Indra langsung kembali ke istana kahyangannya dan mengajarkan Dharma Dharani yang tak ternilai pada Pangeran San Zhu. Pangeran San Zhu amat berterima kasih, dengan berlutut ia menerima Dharma Dharani ini, sesuai Dharmanya ia menjapanya 6 hari 6 malam, segala keinginan terkabul, semua buah karma di alam neraka, alam binatang, dan alam samsara lainnya saat itu juga semuanya musnah. Bahkan ia dapat tinggal di alam Bodhi (菩提道果), dan memperoleh usia panjang.

Pangeran San Zhu gembira sekali sampai berteriak-teriak memuji, “Benar-benar seorang Tathagata yang sangat mulia yang pernah ada! Dharma yang sangat mulia yang pernah ada, pengalaman nyata yang sangat menakjubkan yang pernah ada, hingga saya bisa memperoleh kebebasan besar!

Sampai hari ke-7, Raja Indra membawa Pangeran San Zhu dan para makhluk kahyangan lainnya, kedua tangan menggenggam mandala bunga, wewangian-wewangian cendana, panji pusaka, kanopi panji, jubah surgawi, mustika dan barang berharga lainnya, dengan sangat tulus mempersembahkan di hadapan Sang Buddha.
Di hadapan Sang Buddha, melaksanakan maha persembahan dengan semua jubah surgawi dan dupa puka, panji, mustika, dan barang berharga lainnya. Lalu mengitari Sang Buddha disertai hati yang sangat gembira, duduk tegak mendengarkan Dharma.

Saat itu, Sang Buddha yang welas asih dan sangat mulia tersenyum, dengan Abhijna Sang Buddha mengulurkan lengan kanan emasnya menyentuh kepala Pangeran San Zhu, menitipkan pesan dan bersabda, “Mantra ini diberi nama ‘Tathagata Usnishavijaya Dharani, mensucikan segala alam samsara’. Anda sekalian mesti menjapanya.
Semua Bodhisattva dan para makhluk kahyangan lainnya yang mendengarkan Dharma gembira sekali dan sangat menghormati dan meyakininya. Mereka bersujud pada Sang Buddha dan dengan yakin melaksanakannya.

Cerita di atas adalah asal mula munculnya Tathagata Usnishavijaya Dharani. Dari sanalah munculnya Tathagata Usnishavijaya Dharani di dunia svaha.
Tetapi di zaman Sang Buddha, Usnishavijaya Dharani hanya ada di India, sedangkan negara lainnya termasuk negara Tiongkok belum ada Usnishavijaya Dharani.